Bromo Trip: Keteduhan Bukit Hijau Teletubbies
Ini spot terakhir yang wajib disapa jika kita berwisata ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Setelah Lautan Pasir yang panas tanpa pohon, bergeser ke balik gunungan pasir itu, kita disapa oleh angin yang dilambaikan oleh kehijauan Bukit Teletubbies. Aku tidak tahu persis nama spot ini apa, tapi orang-orang mengatakannya begitu.
Ada keindahan berbeda yang disuguhi oleh Bromo. Tempat ini seperti lukisan alam. Kita tinggal duduk dan menikmatinya, tanpa bosan. Bahkan panas matahari yang terasa sangat dekat di atas kepala tidak membuat kita mundur. Itulah Mahakarya Yang Kuasa pada alamnya. Dengan langit biru jernih diimbuhi awan tipis, lalu bukit hijau begitu kontras tepar di bawahnya, dan sentuhan terakhir bagian cokelat di kaki bukit itu sebagai tempat berpijak. Di bumi yang entah berapa ketinggiannya ini menerbangkan lamunan jauh dari hiruknya kota besar. Jauh. Sangat jauh.
Jika memandang ke sekeliling, terlihat bukit-bukit yang ditumbuhi rerumputan hijau. Kami memilih satu spot bukit yang landai. Saat itu menjelang tengah hari, tentu saja matahari semakin terasa membakar. Tapi belaian angin menyamarkannya. Dengan penuh semangat, kami mendaki bukit landai itu. Tak henti kagumku melihat landscape bukit hijau dengan langit biru di atasnya. Rasanya ingin berlama-lama berada di sini. Ke mana pun memandang, rasanya teduh.
Kami mengitari barisan rumput liar tapi seakan tertata itu. Salah seorang teman kami menyewa kuda untuk mengelilingi bukit. Kita bisa bersorak sepuasnya di bukit ini, berlari tanpa arah, atau duduk saja bersila. Semua bebas dilakukan. Anggap rumput itu adalah karpet hijau.
Karena semua daratannya dipenuhi rumput liar dan ilalang, kami tak cuma bisa berfoto, berlari, berjalan, berlompatan, tetapi juga bergolek. Kami pun satu per satu terkapar di tengah rerumputan Bukit Teletubbies. Memejamkan mata sejenak di alam terbuka ini dapat melepas lelah setelah sepagian berkeliling di Bromo. Di sini, alam terasa sangat jinak.
Kami tak sempat berlama-lama di Bukit Teletubbies. Seharian di sana pun takkan membuat mata ini bosan. Jika lain kesempatan kami kembali ke sini, sebaiknya membawa makanan dan minuman segar. Kami bisa piknik bersama beralaskan rerumputan. Buat yang senang bermusik, ke Bukit Teletubbies tanpa membawa gitar pasti akan hambar. Atau mungkin menggesek biola juga akan terasa khidmat. Untuk yang suka seni rupa, selembar kanvas dan palet dengan cat minyaknya menjadi barang wajib saat mengunjungi gundukan bukit di atas gunung ini. Ada banyak angle yang dapat ditoreh di atas kanvas. Begitu juga bagi penyuka fotografi. Harus sedia baterai cadangan jika tak ingin melewatkan sesentimeter pun untuk dijepret.
Keelokan alam pegunungan seperti ini memang wajib disyukuri. Lalu mulutku pun tak berhenti menasbihkan nama-Nya.
Photos: courtesy of Upin Ipin, Yozi, Mba Nila.
Ada keindahan berbeda yang disuguhi oleh Bromo. Tempat ini seperti lukisan alam. Kita tinggal duduk dan menikmatinya, tanpa bosan. Bahkan panas matahari yang terasa sangat dekat di atas kepala tidak membuat kita mundur. Itulah Mahakarya Yang Kuasa pada alamnya. Dengan langit biru jernih diimbuhi awan tipis, lalu bukit hijau begitu kontras tepar di bawahnya, dan sentuhan terakhir bagian cokelat di kaki bukit itu sebagai tempat berpijak. Di bumi yang entah berapa ketinggiannya ini menerbangkan lamunan jauh dari hiruknya kota besar. Jauh. Sangat jauh.
Jika memandang ke sekeliling, terlihat bukit-bukit yang ditumbuhi rerumputan hijau. Kami memilih satu spot bukit yang landai. Saat itu menjelang tengah hari, tentu saja matahari semakin terasa membakar. Tapi belaian angin menyamarkannya. Dengan penuh semangat, kami mendaki bukit landai itu. Tak henti kagumku melihat landscape bukit hijau dengan langit biru di atasnya. Rasanya ingin berlama-lama berada di sini. Ke mana pun memandang, rasanya teduh.
Kami mengitari barisan rumput liar tapi seakan tertata itu. Salah seorang teman kami menyewa kuda untuk mengelilingi bukit. Kita bisa bersorak sepuasnya di bukit ini, berlari tanpa arah, atau duduk saja bersila. Semua bebas dilakukan. Anggap rumput itu adalah karpet hijau.
Karena semua daratannya dipenuhi rumput liar dan ilalang, kami tak cuma bisa berfoto, berlari, berjalan, berlompatan, tetapi juga bergolek. Kami pun satu per satu terkapar di tengah rerumputan Bukit Teletubbies. Memejamkan mata sejenak di alam terbuka ini dapat melepas lelah setelah sepagian berkeliling di Bromo. Di sini, alam terasa sangat jinak.
Kami tak sempat berlama-lama di Bukit Teletubbies. Seharian di sana pun takkan membuat mata ini bosan. Jika lain kesempatan kami kembali ke sini, sebaiknya membawa makanan dan minuman segar. Kami bisa piknik bersama beralaskan rerumputan. Buat yang senang bermusik, ke Bukit Teletubbies tanpa membawa gitar pasti akan hambar. Atau mungkin menggesek biola juga akan terasa khidmat. Untuk yang suka seni rupa, selembar kanvas dan palet dengan cat minyaknya menjadi barang wajib saat mengunjungi gundukan bukit di atas gunung ini. Ada banyak angle yang dapat ditoreh di atas kanvas. Begitu juga bagi penyuka fotografi. Harus sedia baterai cadangan jika tak ingin melewatkan sesentimeter pun untuk dijepret.
Keelokan alam pegunungan seperti ini memang wajib disyukuri. Lalu mulutku pun tak berhenti menasbihkan nama-Nya.
Photos: courtesy of Upin Ipin, Yozi, Mba Nila.
Komentar
Posting Komentar