Gorontalo Heritage: Mengulik Adat, Meresapi Budaya Bantayo Po Boide
Gorontalo adalah propinsi ke-32 Indonesia. Masih bayi. Gorontalo menjadi persinggahan kami (aku dan rombongan backpacker) yang hendak menjelajahi Kepulauan Togean di Teluk Tomini, Sulawesi Tengah.
Persinggahan memang, tapi kami punya waktu 24 jam untuk menjelajahi kota Gorontalo, mulai dari sejarahnya, budayanya, hingga kulinernya. Gorontalo tidak terlalu besar sehingga kami pun leluasa menapaki setiap senti lokasi wisata yang punya daya tarik di kota ini.
Kami, berdiri di sini, layaknya orang asing, tapi justru dekat dengan budayanya. Budaya kami sendiri, Melayu di belahan timur Indonesia. Kekayaan itu dihirup, dijaga, dan diperkaya.
Landmark Provinsi Gorontalo |
Gorontalo terletak di belahan utara Sulawesi, pecahan dari provinsi Sulawesi Utara. Alasan Gorontalo memisahkan diri dengan Manado ya karena urusan budaya dan keyakinan. Dari garis keturunan juga berbeda. Manado campuran Indonesia dengan Filipina, sementara Gorontalo masih rupa asli pribumi. Gorontalo punya budaya sendiri yang sangat erat dengan Melayu dan mayoritas berpenduduk muslim. Alasan budaya itulah yang menguatka Gorontalo melepas diri jadi provinsi yang mandiri.
Apa uniknya?
Aku melihat wajah Melayu yang lain di sini. Dialek ketimuran dengan rasa Melayu menjadi cepat akrab di telinga. Apa sebab? Orang Gorontalo adalah salah satu saudara tua Sumatera. Bahkan dari sekian banyak etnik di Indonesia, Gorontalo menjadi salah satu dari 9 negeri adat yang menjunjung tinggi syarak (agama) sebagai dasar tradisinya. Itu info yang kudapatkan dari ibu dari dinas kebudayaan Gorontalo yang kami temui di balai rumah adat Provinsi Gorontalo.
Rumah adat ini semacam museum kekayaan budaya Gorontalo. Kami disambut dengan ramah di sini, diperkenalkan adat perkawinan dan desain baju adat mereka, struktur rumah, dan hirarki adatnya. Lalu kami juga diperdengarkan nyanyian-nyanyian daerah Nusantara. Kaya budaya, itu yang kurasa.
Ada ibu baik hati yang menjelaskan segala seluk beluk negeri Gorontalo. Bahkan Ibu ini mahir menari, menyanyi, dan memainkan alat musik. Langka sudah, ada ibu-ibu seperti ini. Siapa lagi ya penerusnya? Maaf, Bu, aku lupa namamu.
Saat kami berada di sini, persentuhan beragam budaya justru berasa. Kami sendiri yang terdiri dari 7 bocah penjelajah, berasal dari berbagai tempat di Indonesia. Dari Batak, Minang, Sunda, Jawa, Betawi, hingga Jakarta (kategori ini bukan etnik memang, tapi mengingat ada oknum yang tidak mampu mendefinisikan etnik aslinya, cukup kutulis Jakarta saja). Berkenalan dengan berbagai watak itu menyenangkan, semenyenangkan mengarungi Gorontalo siang itu.
To be continued.... Part II
Photos were taken by Kokoh Rendy, Mas Masrur, Mas Sandi, Kaka Ipin :)
Aku melihat wajah Melayu yang lain di sini. Dialek ketimuran dengan rasa Melayu menjadi cepat akrab di telinga. Apa sebab? Orang Gorontalo adalah salah satu saudara tua Sumatera. Bahkan dari sekian banyak etnik di Indonesia, Gorontalo menjadi salah satu dari 9 negeri adat yang menjunjung tinggi syarak (agama) sebagai dasar tradisinya. Itu info yang kudapatkan dari ibu dari dinas kebudayaan Gorontalo yang kami temui di balai rumah adat Provinsi Gorontalo.
Rumah Adat Gorontalo diberi nama Bantayo Po Boide |
Bantayo Po Boide tidak jauh berbeda dengan Rumah Adat Manado |
Rumah adat ini semacam museum kekayaan budaya Gorontalo. Kami disambut dengan ramah di sini, diperkenalkan adat perkawinan dan desain baju adat mereka, struktur rumah, dan hirarki adatnya. Lalu kami juga diperdengarkan nyanyian-nyanyian daerah Nusantara. Kaya budaya, itu yang kurasa.
Ada ibu baik hati yang menjelaskan segala seluk beluk negeri Gorontalo. Bahkan Ibu ini mahir menari, menyanyi, dan memainkan alat musik. Langka sudah, ada ibu-ibu seperti ini. Siapa lagi ya penerusnya? Maaf, Bu, aku lupa namamu.
Saat kami berada di sini, persentuhan beragam budaya justru berasa. Kami sendiri yang terdiri dari 7 bocah penjelajah, berasal dari berbagai tempat di Indonesia. Dari Batak, Minang, Sunda, Jawa, Betawi, hingga Jakarta (kategori ini bukan etnik memang, tapi mengingat ada oknum yang tidak mampu mendefinisikan etnik aslinya, cukup kutulis Jakarta saja). Berkenalan dengan berbagai watak itu menyenangkan, semenyenangkan mengarungi Gorontalo siang itu.
To be continued.... Part II
Photos were taken by Kokoh Rendy, Mas Masrur, Mas Sandi, Kaka Ipin :)
Komentar
Posting Komentar