Gundahku Menatap Potret Itu Terbit di MOCO
Sinopsis
Aku sedih menatap keheningan ruangan itu. Tak bernyawa.
Bilik kecil itu tampak rapi dengan perabotan tua di sekelilingnya. Tak ada lagi
yang tidur di ranjang berkelambu itu. Tak ada lagi nenek yang duduk di kursi
goyang kesayangannya. Tak ada lagi burung bertengger di dahan tepat di depan
jendela kamar, menyenandungkan lagu yang akan membuatku dan nenek merasakan
makna alam. Ruangan itu menyepi selama bertahun-tahun terakhir ini. Yang ada
hanya potret tua wajah nenek yang terletak di atas meja.
Ini adalah
sekumpulan kisah lama yang diperbarui. Semoga kelamaannya tidak menjadikannya
kuno di masa kini maupun masa depan. Cerpen berbagai latar ini adalah sentuhan
pandanganku terhadap hidup dan kehidupanku, dulu. Kini tentunya hanya sebuah
memori yang tercerita. Lalu semua dirangkum dalam 1 buku.
Yap, perdana di Moco dan ini juga
kumpulan cerpen pertamaku yang jadi bentuk buku (digital). Kisahnya mungkin
bukan apa-apa dibanding kisah keren yang banyak merajalela di luar sana. Namun,
perjuangan menulis ini, setapak demi setapak, berpindah komputer, berpindah
terminal file, menjadikan kisah ini bermakna bagiku tentunya, dan semoga juga
bagi orang lain.
Selamat
menkmati studio Sansadhia di sini.
Cheers!
Dan ini testimoni dari editor buku ini.
Kumpulan Cerita Pendek karya Sansadhia pertama kalinya
menggema di dunia digital. Guru Kehidupan sebagai permulaan cerita, bercermin
diri merenungi pertanyaan-pertanyaan kehidupan dalam diri. Gundahku Menatap
Potret Itu adalah nyawa dalam karyanya yang mengalun indah, bahasanya mengalir
tanpa sela. Cerita dongeng masa kecil yang diramu kembali berjudul Kecantikan
Putri Salju mampu membawa imaji melayang. Kau Butuh Teman kemudian yang
menguatkan ceritanya ini, bahwa teman adalah sayap untuk kita terbang ketika
tak mampu berpijak. Panas Jakarta dan Stasiun Kereta membawa kita masuk ke
dalam dunia yang tak tentu. Sebuah Pilihanlah yang akhirnya membawa kita
masing-masing dalam setiap langkah kehidupan yang terus bergerak. Ceritanya
berirama walau berbeda tema namun tak
membuat alunannya terhenti.
Selamat membaca teman-teman.
Ini adalah tulisanku yang diterbitkan dalam bentuk buku (digital) yang pertama. Setelah sebelumnya berkolaborasi dalam Penunggu Puncak Ancala (2013), lalu Lenka (2011), akhir tahun ini aku tutup dengan Gundahku Menatap Potret Itu yang diterbitkan Aksaramaya.
Senang sekali, setidaknya 2014 tidak pergi dengan sia-sia.
Oiya, karena ini tidak ada bentuk fisik, jadi buku ini dalam diunduh di aplikasi Moco.
Untuk Moco sendiri dapat diunduh juga di playstore atau appstore. Untuk pengguna PC dan laptop, bisa download moco di www.moco.co.id
Budaya baca buku kini memang bergeser ke bentuk digital. Dan aku iseng-iseng mencobanya. Ternyata membaca menyenangkan, mudah, tidak repot.
Sip. Gundahku Menatap Potret Itu jangan lupa hanya di aplikasi MOCO.
Komentar
Posting Komentar