Pendekar Tongkat Emas, Pulihkan Cerita Silat dari Kekunoan
Pendekar
Tongkat Emas seperti film pendekar-pendekar yang dulu ramai menghiasi televisi
lokal kita. Macam Wiro Sableng, Lutung Kasarung, bahkan Pendekar Harum.
Pendekar Tongkat Emas atau The Golden Warrior. (Gambar diambil dari sini) |
Foto Sumba, Nusa Tenggara Timur (credit: instagram.com/mirles) |
Foto Eva Celia yang diunggah Mirles di akun Instagramnya. (credit: instagram.com/mirles) |
Nah,
foto-foto bumi Sumbawa, Nusa Tenggara Timur sungguh membuatku ingin ke sana. Jepretannya
keren-keren. Lalu setahun terakhir, Mira Lesmana mulai memotret Eva Celia dan
Nicholas Saputra. Aku pun men-stalk akun mereka. Dan memang, Mira Lesmana
sedang menggarap sebuah proyek film di sana.
Aku
baru tahu judulnya Pendekar Tongkat Emas baru-baru ini. Anggap saja potret
Sumba itu sebagai teaser filmnya. Dan memang berhasil membuat kita semua
penasaran.
Saat
tahu judulnya Pendekar Tongkat Emas, aku menyangsikan film ini. Mindset kita
terhadap film silat pasti tidak jauh-jauh dari kekunoan dan efek-efek
terbang-terbangan yang shootingnya pakai sling. Nggak akan sekeren film laga
macam The Raid atau film laga Hongkong. Aku kurang tertarik dengan film
berantem silat seperti itu. Tapi karena aku percaya dengan film MilesProduction, mau tak mau, aku menonton film ini.
Pendekar
Tongkat Emas diangkat dari sebuah komik dengan latar tempat antah berantah dan
waktu entah tahun kapan. Mungkin bisa diprediksi sekitar tahun 1930-an melihat
setting film ini yang masih berlatar gubuk.
Apa
yang membuat film ini menarik?
Pertama,
kehadiran pemain-pemain kelas "bukan sekadar aktor". Sebut saja
Christine Hakim, Slamet Rahardjo, Reza Rahadian, Prisia Nasution, Nicholas
Saputra, Tara Basro. Daftar aktor senior dan aktor pemenang award. Mereka akan
mendampingi Eva Celia yang masih terbilang baru dalam industri film. Mestinya
dengan jajaran aktor ternama itu, film ini tidak akan jadi film asal jadi.
Kedua,
latarnya tidak bisa disangkal, sungguh elok. Mulai dari padang rumput, bukit
batu, goa, pantai, hingga twilight view. Pengambilan gambarnya pun bervariasi,
sungguh tidak akan membuat bosan. Teaser yahud dari para pemain di akun media
sosial para pemain sudah cukup membuat kita bertekad, "Saya akan menonton
film ini!" Sumba itu keren. Tinggal tunggu waktu kok, Sumba akan jadi
seperti Belitung yang merupakan objek wisata mahal berikutnya berkat film
Mirles.
Ketiga,
aku suka chemistry antara tokoh Dara (Eva Celia) dan Elang (Nicholas Saputra).
Berkat shooting selama beberapa bulan di lokasi jauh seperti itu, pemahaman
karakter antar pemain memang cukup memuaskan. Aku suka. Sungguh aku suka. Semua
pemain tidak ada yang mengecewakan. Cara mereka memegang tongkat mungkin masih
belum luwes, tapi usaha keras mereka belajar silat dan mendalami tekniknya
patut diacungi jempol. Apalagi tidak ada yang punya keahlian beladiri semacam
silat tradisional itu.
Keempat,
dialognya yang 'gemuk' membuat kita bisa mengutip banyak quotes dari film ini.
Tentunya setelah nonton film ini berulang kali, aku baru bisa mengutip
kata-kata keren di film ini. Filosofis cerita silat memang sengaja ditonjolkan di sini. Di belakang layarnya ada Jujur Prananto dan Seno Gumira Ajidarma yang mendukung penulisan skenario film ini.
Kelima,
energi dari film ini mampu menghidupkan kembali
kata-kata "Dunia persilatan", "Kau menggunakan jurus tongkat
emas, siapa kau sebenarnya?" "Terimalah aku sebagai muridmu,
Guru." Rasanya bahasa-bahasa itu sudah nyaris lenyap di kuping. Film
ini yang memberi semacam kerinduan tentang nilai filosofi dalam silat, bukan sekadar
berkelahi tanpa juntrungan demi menyelamatkan seorang perempuan.
Namun,
ada yang kurang. Plot kisahnya terlalu sederhana
untuk dijadikan suatu kompleksitas. Keluar bioskop masih terasa ada yang
kurang. Rupanya cita rasa silat yang dari awal digembar-gemborkan film ini baru
sampai terkecap di lidah. Pertarungan yang memadukan gerak silat, karate, wushu, dan kungfu mestinya bisa lebih dalam. Andai kompleksitas memenuhi alurnya dan tontonan
jurus silat tak hanya dari gerak kepala ke pinggang atau gerak pinggang ke kaki, film ini hampir sempurna
dengan sederet nama keren di belakangnya. Namun, aku mengerti kesulitan pengambil gambar itu. Ini saja sudah baik. Yang penting emosi filmnya dapat.
Apalagi
sekarang yang kita ingkari dari film Pendekar Tongkat Emas yang disutradarai
Ifa Isfansyah ini? Cacatnya sudah tertutupi. Dan memang, film ini berhasil memulihkan cerita silat itu bukan sekadar film penuh efek tipuan kamera. Image film silat jadi lebih 'kekinian' dan tak kalah keren dari film laga modern lain.
Komentar
Posting Komentar