Piknik Bebatuan: Meresapi Stone Garden, Sisa Keberadaan Danau Purba
Unplanned trip is always fun.
Ini masih edisi piknik bebatuan lanjutan setelah situs megalith Gunung Padang. Tak ada niatan untuk sampai ke Stone Garden. Setelah menginap satu malam di Cibodas, jalur turun dari arah puncak Minggu pagi sudah ditutup lebih awal. Kami tak bisa pulang melalui Puncak hari itu. Jalan satu-satunya tanpa menghabiskan waktu terlalu banyak di tengah kemacetan adalah jalur tol Padalarang dari Bandung. Ya, Bandung. Tanpa perencanaan sama sekali, kami menyusuri jalan menuju Padalarang dan mampir di Stone Garden yang sama sekali tidak ada dalam list kami hari itu.
Stone Garden alias Taman Batu Pasir Pawon cukup mudah ditemui jika kita sudah berada di sepanjang jalan Padalarang. Saat menemukan jalanan berkelok dengan hamparan hijau terlihat di satu sisi jalan, kami semakin yakin Stone Garden sudah dekat. Ada bukit-bukit batu di tengah hamparan itu. Itulah Stone Garden.
Stone Garden yang saat ini telah diresmikan pemerintah lokal sebagai geowisata Taman Batu Pasir Pawon merupakan kumpulan batu-batu karst. Batu karst ini terbelah-belah dan memenuhi hampir seluruh hamparan daratan Gunung Pawon. Sebenarnya posisinya yang membuat unik. Batu-batu karst ini memang berada di ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Dan, menurut para pakar, ini adalah suatu hal yang menarik mengingat bebatuan karst biasanya terendam di laut. Lubang-lubang kecil di batu karst tersebut yang membuktikannya, bahwa ada jalur air yang masuk ke sela-sela batu dan melubanginya selama bertahun-tahun. Maklum, Stone Garden seringkali disangkut-pautkan dengan sisa-sisa danau purba yang mengering di daerah Jawa Barat. Batu-batu itu tersebar di area seluas lebih-kurang dua hektar dan terlihat menggunung. Kami harus mendaki untuk mengitari taman serba batu ini. Satu hal yang mesti diingat adalah pakailah alas kaki yang senyaman mungkin dan tidak licin. Perjalanan menjelajahi batu karst ini sedikit mengingatkanku tentang perjalanan ke Rammang Rammang, Maros, Sulawesi Selatan.
Keberadaan batu memang menandakan keberadaan masa dan peradaban. Keberadaan batu karst di perbukitan tentu membuat kita berpikir lagi, bagaimana batu ini bisa sampai di sini. Ada indikasi mitos dan legenda dari penduduk lokal mengenai danau purba yang mengering lalu berubah menjadi kota Bandung dan sekitarnya. Konon, panorama yang tampak megah saat kita berada di puncak Gunung Pawon ini dulu tertutup air. Tak heran jika kini jurang-jurang indah itu menjadi rimbun dan subur. Andai aku bisa melihat lebih teliti, bisa jadi di antara batu-batu ini terdapat fosil yang dapat menunjukkan keberadaan suatu masa. Ah, tapi itu pekerjaan para peneliti. Kami hanya bertugas menikmati keindahan dan menjaganya agar tetap demikian.
Dari area parkir, kita akan mendapati jalan setapak yang di kiri-kanannya diramaikan oleh warung-warung sederhana penduduk lokal. Ada fasilitas toilet dan musala juga. Jika terus menanjak, kita akan bertemu pos pembayaran tiket masuk. Cuma Rp7000 demi kebersihan dan keasrian taman batu ini. Setelah itu, kita tinggal mengikuti sela-sela batu yang dapat dilewati. Ada batu besar dan ada batu kecil. Belum sampai di atas, pemandangan perbukitan berlapis-lapis terlihat menyegarkan mata. Angin menderu saat kami terus menanjak sampai atas.
Pada musim hujan, sela-sela batu ditumbuhi rumput hijau yang menjadikan taman batu ini lebih berwarna. Kurasa, saat musim kemarau, taman batu ini akan berubah jadi bukit batu gersang yang cokelat. Namun, tentu tak mengurangi pesonanya. FYI, Stone Garden ini fotogenik. Di mana pun spot fotomu, hasilnya akan bagus.
Hal-hal yang dapat dilakukan di Stone Garden
1. Foto-foto
2. Duduk manis di pondokan
Jangan takut kelelahan atau kepanasan saat mendaki di Stone Garden. Ternyata penduduk lokal sudah mendirikan beberapa saung yang bisa digunakan untuk berteduh sekaligus untuk menikmati angin dan panorama.
3. Uji Nyali
Berdiri di ketinggian adalah hobi para petualang. Pencinta climbing tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk memanjat tebing batu karst tertinggi di Stone Garden. Lokasinya di paling puncak, terlihat batu besar menjulang. Cara bisa sampai ke atas: Panjat sendiri tanpa tali! Kalau phobia ketinggian, jangan coba-coba, ya.
4. Piknik
Udara yang cenderung dingin dan angin yang sepoi-sepoi, lokasi Stone Garden bisa dijadikan ajang makan-makan bersama. Asal jangan meninggalkan jejak sampah saja, ya. Sayang lho kalau kita merusak warisan purba berharga ini.
5. Main petak umpet
Karena lahan ini memang terdiri dari bebatuan dengan ukuran yang berbeda-beda, lokasi ini paling yahud dijadikan lokasi petak umpet. Anak-anak pasti suka. Asal jangan berlarian saja, hati-hati terperusuk.
Ini masih edisi piknik bebatuan lanjutan setelah situs megalith Gunung Padang. Tak ada niatan untuk sampai ke Stone Garden. Setelah menginap satu malam di Cibodas, jalur turun dari arah puncak Minggu pagi sudah ditutup lebih awal. Kami tak bisa pulang melalui Puncak hari itu. Jalan satu-satunya tanpa menghabiskan waktu terlalu banyak di tengah kemacetan adalah jalur tol Padalarang dari Bandung. Ya, Bandung. Tanpa perencanaan sama sekali, kami menyusuri jalan menuju Padalarang dan mampir di Stone Garden yang sama sekali tidak ada dalam list kami hari itu.
Stone Garden alias Taman Batu Pasir Pawon cukup mudah ditemui jika kita sudah berada di sepanjang jalan Padalarang. Saat menemukan jalanan berkelok dengan hamparan hijau terlihat di satu sisi jalan, kami semakin yakin Stone Garden sudah dekat. Ada bukit-bukit batu di tengah hamparan itu. Itulah Stone Garden.
Stone Garden yang saat ini telah diresmikan pemerintah lokal sebagai geowisata Taman Batu Pasir Pawon merupakan kumpulan batu-batu karst. Batu karst ini terbelah-belah dan memenuhi hampir seluruh hamparan daratan Gunung Pawon. Sebenarnya posisinya yang membuat unik. Batu-batu karst ini memang berada di ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Dan, menurut para pakar, ini adalah suatu hal yang menarik mengingat bebatuan karst biasanya terendam di laut. Lubang-lubang kecil di batu karst tersebut yang membuktikannya, bahwa ada jalur air yang masuk ke sela-sela batu dan melubanginya selama bertahun-tahun. Maklum, Stone Garden seringkali disangkut-pautkan dengan sisa-sisa danau purba yang mengering di daerah Jawa Barat. Batu-batu itu tersebar di area seluas lebih-kurang dua hektar dan terlihat menggunung. Kami harus mendaki untuk mengitari taman serba batu ini. Satu hal yang mesti diingat adalah pakailah alas kaki yang senyaman mungkin dan tidak licin. Perjalanan menjelajahi batu karst ini sedikit mengingatkanku tentang perjalanan ke Rammang Rammang, Maros, Sulawesi Selatan.
Keberadaan batu memang menandakan keberadaan masa dan peradaban. Keberadaan batu karst di perbukitan tentu membuat kita berpikir lagi, bagaimana batu ini bisa sampai di sini. Ada indikasi mitos dan legenda dari penduduk lokal mengenai danau purba yang mengering lalu berubah menjadi kota Bandung dan sekitarnya. Konon, panorama yang tampak megah saat kita berada di puncak Gunung Pawon ini dulu tertutup air. Tak heran jika kini jurang-jurang indah itu menjadi rimbun dan subur. Andai aku bisa melihat lebih teliti, bisa jadi di antara batu-batu ini terdapat fosil yang dapat menunjukkan keberadaan suatu masa. Ah, tapi itu pekerjaan para peneliti. Kami hanya bertugas menikmati keindahan dan menjaganya agar tetap demikian.
Dari area parkir, kita akan mendapati jalan setapak yang di kiri-kanannya diramaikan oleh warung-warung sederhana penduduk lokal. Ada fasilitas toilet dan musala juga. Jika terus menanjak, kita akan bertemu pos pembayaran tiket masuk. Cuma Rp7000 demi kebersihan dan keasrian taman batu ini. Setelah itu, kita tinggal mengikuti sela-sela batu yang dapat dilewati. Ada batu besar dan ada batu kecil. Belum sampai di atas, pemandangan perbukitan berlapis-lapis terlihat menyegarkan mata. Angin menderu saat kami terus menanjak sampai atas.
Pada musim hujan, sela-sela batu ditumbuhi rumput hijau yang menjadikan taman batu ini lebih berwarna. Kurasa, saat musim kemarau, taman batu ini akan berubah jadi bukit batu gersang yang cokelat. Namun, tentu tak mengurangi pesonanya. FYI, Stone Garden ini fotogenik. Di mana pun spot fotomu, hasilnya akan bagus.
Hal-hal yang dapat dilakukan di Stone Garden
1. Foto-foto
2. Duduk manis di pondokan
Jangan takut kelelahan atau kepanasan saat mendaki di Stone Garden. Ternyata penduduk lokal sudah mendirikan beberapa saung yang bisa digunakan untuk berteduh sekaligus untuk menikmati angin dan panorama.
3. Uji Nyali
Berdiri di ketinggian adalah hobi para petualang. Pencinta climbing tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk memanjat tebing batu karst tertinggi di Stone Garden. Lokasinya di paling puncak, terlihat batu besar menjulang. Cara bisa sampai ke atas: Panjat sendiri tanpa tali! Kalau phobia ketinggian, jangan coba-coba, ya.
4. Piknik
Udara yang cenderung dingin dan angin yang sepoi-sepoi, lokasi Stone Garden bisa dijadikan ajang makan-makan bersama. Asal jangan meninggalkan jejak sampah saja, ya. Sayang lho kalau kita merusak warisan purba berharga ini.
5. Main petak umpet
Karena lahan ini memang terdiri dari bebatuan dengan ukuran yang berbeda-beda, lokasi ini paling yahud dijadikan lokasi petak umpet. Anak-anak pasti suka. Asal jangan berlarian saja, hati-hati terperusuk.
Kayaknya seger banget deh gan :D
BalasHapusduh jadi penasaran..Hehehe
Adem, gan. harus ke sini!!!
Hapus