Kuliner Istimewa di Kota Sabang



Ada banyak cerita tentang Sabang. Sebagian orang bilang Sabang itu tertutup karena mayoritas penduduknya adalah muslim, jadi gerak-gerik terbatas. Sebagian orang lagi bilang Sabang itu membosankan dan yang bisa dibanggakan hanya titik Kilometer Nol Indonesia. Kata orang juga, Sabang beruntung dijadikan patokan penghitungan batas wilayah negeri ini. Namun, bagiku itu semua tidak benar. Bahkan, lebih parah lagi ada yang berpendapat bahwa Sabang dan Pulau Weh itu lokasi yang berbeda. Yang benar adalah Sabang itu adalah nama kota kecil di Pulau Weh. Sabang itu, ya, terletak di Pulau Weh.

Sabang dibangun seperti ia ingin dibangun. Sabang pernah berduka saat ombak tsunami memecah belah daratan tahun 2004. Lalu kota ini berdiri lagi, membangun yang baru dan mempercantik diri. Sabang memang bagian dari Aceh, adat dan tradisinya pun begitu, sehingga penduduk Sabang memiliki nilai-nilai yang menjadi acuan mereka. Sabang menjadi istimewa bukan karena apa yang telah dicapkan padanya, melainkan bagaimana kota ini menerima setiap pendatang dan berbaur dalam masyarakatnya. Sabang sepertinya menerima keberagaman dari pendatang. Itulah yang menjadikan Sabang tuan rumah yang ramah.

Aku sudah bilang kan di postingan sebelumnya kalau Sabang itu istimewa? Termasuk tongkrongan dan makanannya. Aku berada di Sabang selama tiga hari. Dalam waktu yang singkat itu pula, aku punya cerita tentang kuliner Kota Sabang. Cerita tentang pantai, pulau, dan bukit ada di tulisan lain dalam blog ini. Sekarang, mari kita lihat apa yang istimewa dari tempat-tempat nongkrong pemuda Sabang.

1. Makan siang di Murah Raya
Makan murah meriah tentu jadi pilihan para pejalan. Lokasinya tidak istimewa tapi kami bebas memilih menu lauk di sini. Seperti rumah makan padang saja atau seperti warteg yang banyak di Jakarta. Aku memilih makan nasi lauk dan sayuran. Ini adalah awal perjalanan di Sabang dan aku butuh energi untuk menjelajahinya.



2. Rujak di Panorama Pulau Klah
Seperti yang sudah disinggung di postingan tentang Sabang sebelumnya, ada yang istimewa dari rujak khas Sabang ini. Menyantap rujak di area perbukitan, pinggir jalan pula. jika duduk ke arah yang tepat, akan tampak pemandangan manis pulau kecil di tengah teluk, Pulau Klah. Rujak di Sumatera seikit berbeda dengan rujak yang kita kenal di Jakarta. Buah-buah yang masih belum matang itu dipotong kecil dan disiram dengan bumbu kacang manis-pedas. Penampakannya seperti gado-gado. Bumbu kacang ini dibiarkan meresap ke dalam aneka potongan buah.


3. Taman Kuliner Sabang
Sore terakhir di Pulau Weh kami habiskan di Taman Kuliner Sabang yang menghadap ke sebuah teluk arah barat. Taman kuliner ini hanya ramai saat malam minggu. Jadi, saat kami ke sana hari Minggu sore, tempat itu masih kosong. Taman Kuliner Sabang sangat terkenal di kalangan anak muda Pulau Weh. Lokasinya yang enak dijadikan tempat nongkrong karena bersisian dengan samudera lepas, menjadi pusat berkumpulnya anak-anak muda serta pusat keramaian kota Sabang. Jangan bayangkan seperti pasar malam, ya. Tempat ini jauh lebih rapi dan tertata. Apa yang jadi rahasia keindahan di sini? Taman Kuliner Sabang menjadi lokasi favorit memandang matahari terbenam setelah teriknya menggila seharian.

Makanan di sini beragam dan intinya tidak jauh berbeda dengan makanan yang kami temukan di Jakarta. Ada bakso, nasi goreng, ayam goreng, dan aneka makanan lainnya. Tapi, aku selalu suka es jeruk yang disuguhkan orang-orang Sabang. Manisnya beda, semanis pemandangan yang kami lihat sore itu.







4. Ngopi cantik di De Sagoe
Kata guide kami, ini salah satu tempat nongkrong saat malam tiba. Tempatnya tidak sehingar-bingar kafe-kafe di kota besar, tetapi cukup untuk menikmati kopi enak dari Aceh. Oh iya, teh tarik juga enak dan bukan teh tarik kemasan.

Yang menarik saat kami memasuki kafe terbuka ini kebetulan sudah masuk waktu salat isya. Kafe ini berseberangan dengan Masjid Agung Babussalam. Bagi yang muslim, sempatkan salat di masjid ini, ya, karena ini terbesar di Kota Sabang. Lokasinya persis di pusat kota Sabang dan di pinggir jalan. Tepatnya, ya di seberang kafe de Sagoe ini.

Kafe tetap ramai, tetapi pemilik dan pelayan kafe tidak ada di tempat. Mereka semua ke masjid agar tidak ketinggalan salat berjamaah. Kafe dibiarkan begitu saja dengan landasan azas kepercayaan. Kami pun tidak bisa langsung memesan minuman. Kafe baru akan aktif lagi pukul 9 malam, 1 jam usai salat isya. Sambil menunggu, kami menonton bola bersama pengunjung yang lain, sembari bergantian menyeberang ke masjid untuk ikut salat.




5. Sarapan Nasi Lemak di Pantai Iboih
Kebetulan kami menginap di resort di Pantai Iboih, Fina Bungalow. Pantai Iboih sudah jadi kampung sendiri dan sangat banyak penginapan dan jajanan di sekitar sini. Jadi, kalau pagi-pagi tidak perlu jauh-jauh mencari sarapan sebelum mengarungi Pulau Weh. Sarapan sederhana dengan view yang indah pagi-pagi sudah membuat perutku kenyang. Di depan bungalow, persis di pinggir pantai ada warung yang jual nasi lemak (nasi uduk). Rasanya gurih dengan lauk yang macam-macam. Kami duduk di sebuah bangku dan meja kayu dekat dermaga. Belum banyak aktivitas pagi itu, dan pantai Iboih sungguh tenang. Kami makan dengan bergembira, meresapi pagi yang mulai menghangat.


Komentar

  1. Lumayan listnya nih, rencana beberapa bulan kedepan mau ke Aceh hehe :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga bisa mampir Sabang dan mampir kulineran juga di beberapa warung enak-enak ini, ya, Kak. :)

      Hapus

Posting Komentar