Orang Indonesia lebih kenal dengan Zurich dan Geneva jika mendengar kata Swiss. Padahal ada satu lagi kota besar bersejarah di Swiss (Switzerland) yang tidak boleh dilupakan. Namanya Basel atau Basel-Stadt. Ini adalah kota yang berlokasi di perbatasan Swiss, Jerman, dan Prancis. Bahasanya pun berakulturasi, tetapi penduduk Basel lebih sering menggunakan bahasa Jerman. Kota ini tumbuh dan berkembang di tepian Sungai Rhine, sebuah sungai besar yang membelah Benua Eropa.
Aku berada di kota ini selama 6 hari. Tak banyak tempat yang aku datangi karena memang ke sini dalam rangka mengikuti sebuah festival besar di Basel, MUBA. Sebagai delegasi Indonesia, kami disambut sangat baik oleh pihak KBRI yang berada di Swiss. Mulai penjemputan dari Zurich ke Basel dan pemberian kartu tram yang bebas kami gunakan sepanjang hari selama di Basel. Gratis. Iya, gratis. Kami tinggal naik tram saja untuk mengelilingi kota ini. Jadi, ada kesempatan untuk berwisata di sekitar Basel.
|
Historiches Museum Basel. |
Saat itu masih sisa-sisa winter. Salju mulai disingkirkan dari jalanan. Meski sebagian besar salju telah mencair dan matahari mulai mengintip malu di balik awan musim dingin, tetap saja suhu udara belum jauh-jauh dari angka 0 derajat. Musim dingin yang menyesakkan, apalagi saat aku berada di luar ruangan. Tangan rasanya beku dan napas masih berembun. Namun, itu semua tak membuat keinginan untuk mengunjungi lokasi bersejarah di Basel menjadi surut. Aku punya satu hari penuh untuk berjalan-jalan di pusat kota Basel serta Kota Tua Basel. Bahkan Basel pun sangat menghargai sejarah dan nilai seni. Kota ini dirajut dengan baik dan berseni.
Ya, omong-omong tentang seni, kota ini punya banyak sekali museum seni. Bahkan di event internasional sekelas MUBA juga mengadakan pameran lukisan dan eksibisi dari seniman berbagai negara. Aku memperhatikan satu demi satu stand lukisan di MUBA. Ya, walaupun tidak terlalu mengerti arti mendalam sebuah lukisan, tapi aku senang menyelami nilai seni dari mancanegara ini.
|
Pameran Lukisan Basel |
|
Galeri MUBA, Basel |
|
Kenalan sama seniman kawakan Swiss. |
Aku sempat berkenalan dengan salah satu seniman yang memang lahir di Swiss. Dia menawarkan untuk melukisku. Ah, aku tersanjung. Dia tertarik lantaran baru menemukan perempuan berhijab yang mengagumi lukisannya. Jarang-jarang, kan, lukisan perempuan berhijab dipajang di pameran. Dengan segala perbedaan yang memenuhi kota ini, tentu keragaman itu diterima dengan baik. Aku senang dapat mengobrol sedikit tentang Indonesia padanya.
Dari Galeri MUBA, aku berjalan kaki menikmati kota, berjalan mengarah ke Kota Tua. Ada satu museum bersejarah yang menarik perhatianku. Di sana ramai karena memang pelatarannya sangat lebar. Banyak orang berkumpul di pelataran itu. Namanya History of Museum Basel atau The Historiches Museum Basel (HMB) yang merupakan satu museum besar di Basel. Bangunannya merupakan bangunan tua yang berdiri pada tahun 1800-an. Tua sekali, ya, dan masih tampak megah. Ini adalah satu museum yang penting di negara Swiss yang memuat sejarah Basel. Kalau kamu suatu hari nanti mengunjungi kota ini, kamu harus masuk ke museum sejarah ini.
|
Pagi yang menghangat di depan Historiches Museum Basel. |
The Historiches Museum Basel ini punya empat bangunan terpisah, lho. Tiga di antaranya memang berada di Kota Basel. Museum ini mencatat sejarah penting yang pernah menoreh hubungan tiga negara dan budaya antara Swiss, Jerman, dan Prancis. Sejarah dan budaya itu diungkap lewat berbagai karya seni khususnya lukisan yang bernilai 1000 tahun. Sayangnya aku hanya sempat mengunjungi satu gedung saja dari rangkaian museum sejarah Basel ini. Jadi, belum bisa cerita banyak tentang berbagai eksibisi yang terdapat di dalam museum.
Gedung HMB berada di persimpangan kota Basel. Arsitektur bangunan Basel yang bersusun membentk blok demi blok terlihat dari pelataran depan gedung ini. Saat itu hari sedang cerah meski suhu masih 5 derajat. Namun, banyak aktivitas yang dilakukan warga Basel di pelataran depan gedung tua bersejarah itu. Ada yang bermain skateboard, ada yang membaca sambil duduk berkelompok, dan ada pula yang hanya berjalan-jalan saja di sekitar gedung merayakan matahari yang kembali setelah 3 bulan sendu dengan suhu minus.
|
HMB menghadap langsung ke bangunan klasik di Kota Basel. |
Dari gedung HMB ini, aku melanjutkan perjalanan lagi ke blok bangunan yang merupakan kota tua Basel. Seperti apa? Di journal post selanjutnya ya.
Bhaaaay
BalasHapusHai Mas Goiq. :D
HapusSeru banget nuum, mupeeng..moga ada kesempatan dan kesehatan, rejeki, aamiin
BalasHapusAamiin. Semoga langkah Mba Dew lebih panjang lagi. :)
HapusKaaaak, kamuu kapan lagi mau ke Swiss???
BalasHapusAjak akuuuh *celengan masih banyak nih duitnya eeeeh
Aku juga ingin. Tapi aku tak tau kapan ke sana lagi Swiss terasa jauh sekali dari isi rekening. :|
Hapus