Berwakaf Pasti, Kini, dan Nanti Lewat Asuransi Brilliance Hasanah Maxima
Beberapa tahun ini, aku bersama beberapa teman punya cerita khusus berkunjung ke panti asuhan. Ketika lulus kuliah dan akhirnya bekerja, rutinitas membuat pertemuan kami semakin jarang. Lalu, mulai silau dengan penghasilan bulanan yang kuperoleh sebagai pegawai kantoran waktu itu. Rasanya uang habis begitu saja. Kegiatan traveling-ku juga semakin padat, menyolong-nyolong cuti di kantor yang sangat terbatas. Namun, justru dari sana kepekaan diri ini diasah.
Seseorang pernah mengatakan padaku, sejauh-jauhnya aku berjalan, jangan lupa bahagiakan orang-orang yang membutuhkan biar seimbang. Benar juga, ya. Kita ini hidup kan untuk mencari keberkahan. Aku pernah ke Kepulauan Kei, Maluku Tenggara. Ada beberapa anak kecil bermain ke penginapanku waktu itu. Mereka masih sangat muda, hanya sebatas sekolah SD, dan hidup sebagaimana orang pulau menikmati hidupnya. Bermain dan bermain, lalu menggantungkan hidup pada laut. Pendidikannya bagaimana? Lalu, aku juga pernah melihat fenomena lain di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Aku jajan di sebuah warung. Bukan persoalan harga yang kupermasalahkan, tetapi soal kesehatan. Aku membeli mi instan beberapa bungkus dan beberapa botol minuman. Tanpa kulihat labelnya, aku makan mi dengan tenang di penginapan. Saat makanan sudah habis, baru kusadar kalau mi instan itu expired. Apakah edukasi mengenai makanan kemasan masih sangat kurang di sana, ya? Lalu bagaimana dengan tingkat kesehatan di Kampung Derawan itu jika jajanannya telah kadaluwarsa?
Berbeda dengan lagi dengan kondisi Lampung Timur, sebuah kabupaten luas di Provinsi Lampung tapi tingkat ekonominya terendah di sana. Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah bertani karena lahan Lampung Timur sangat luas. Edukasi dan kesehatan yang menjadi krisis di sana. Pemanfaatan potensi kabupatennya juga masih kurang maksimal. Yang kuingat dari Lampung Timur itu ya gajah sumatera di Taman Nasional Waykambas. Selebihnya, tidak ada yang terlalu membuatku terkesan, padahal katanya mereka punya budaya bertani dan panen padi yang semarak.
Fenomena-fenomena di persinggahan jalanku itu menjadikan inspirasi untuk memulai kegiatan sosial. Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Mulailah aku dan beberapa orang teman mengumpulkan sebagian penghasilan untuk disalurkan ke panti asuhan yang kami pilih sendiri.
Secara berkala, kami pun ketagihan main ke panti asuhan, bertemu anak-anak yatim dan dikhususkan kepada para penghafal Alquran. Baru bulan Ramadhan tahun lalu, kami memulai ide baru dengan membantu pembangunan sekolah sebuah yayasan Tahfiz Quran. Dan beberapa bulan lalu, kami menggalang dana untuk membantu pembangunan perpustakaan santri di Yayasan Panti Asuhan kawasan Tambun. Alhamdulillah, banyak sekali teman-teman yang antusias untuk berbagi sedekah, infaq, dan zakatnya. Apalagi kami juga bisa seru-seruan bersama para santri di sana dengan mengadakan pelatihan menggambar dan mewarnai. Rasanya senang bisa berbagi ilmu dengan orang lain.
Ternyata, dari serangkaian acara amal yang kuikuti bersama teman-teman, masih ada yang kurang, yaitu ilmu wakaf. Aku pernah ngobrol sama salah satu pengurus yayasan tahfiz quran, mereka dapat tanah wakaf untuk mendirikan sekolah untuk para santri. Katanya, tanahnya kecil tapi insyaallah cukup untuk anak-anak sekolah. Pengurus yayasan itu pun berniat membangun gedung hingga tingkat 3. Masya Allah. Aku cuma mikir saat itu, kapan ya aku punya tanah atau bangunan yang bisa diwakafkan untuk kepentingan umum?!
Jawaban itu terjawab saat beberapa hari lalu aku datang ke acara Sunlife yang memperkenalkan produk syariah mereka. Namanya Asuransi Brilliance Hasanah Maxima (ABHM) yang memberikan fasilitas wakaf asuransi, wakaf investasi, dan wakaf berkala. Nah aku tertarik banget sama program wakaf berkala mereka. Sunlife Financial juga bekerja sama dengan Dompet Dhuafa untuk wakaf berkala ini. Sasaran ABHM saat ini adalah menyalurkan dana wakaf ke pembangunan infrastruktur di kawasan Lampung Timur. Akhirnya ada yang memperhatikan Lampung Timur ya.
Oleh karena itu, Sunlife lagi gencar mengedukasi masyarakat untuk mulai berwakaf lewat ABHM. Sunlife berprinsip bahwa wakaf itu sederhana, nggak perlu nunggu punya tanah. Harapan mereka agar kita punya perencanaan keuangan yang baik untuk menyisihkan dana wakaf sekaligus dengan slogan wakaf pasti, kini, dan nanti.
Jenahara yang jadi bintang tamu saat peluncuran produk ABHM, Senin lalu, juga mengungkapkan antusiasnya terhadap program penyaluran dana wakaf ini. Selama ini stigma wakaf itu sulit dan harus menunggu. Kalau menunggu terus, kapan kita bisa menanam amal jariyah. Kata Jenahara, potensi wakaf di Indonesia itu mencapai 180 triliun rupiah dan itu didominasi oleh orang umur 25-35 tahun. Itu kabar gembira banget. Kita bisa optimis buat berwakaf sedini mungkin. Kalau bisa menyisihkan dana buat traveling, mestinya aku bisa investasi dana wakaf juga lewat ABHM. Insyaallah ya.
Dengan dana wakaf yang kita sisihkan, kita bisa bantu mensejahterakan masyarakat. Apalagi di daerah-daerah terpencil.
Seseorang pernah mengatakan padaku, sejauh-jauhnya aku berjalan, jangan lupa bahagiakan orang-orang yang membutuhkan biar seimbang. Benar juga, ya. Kita ini hidup kan untuk mencari keberkahan. Aku pernah ke Kepulauan Kei, Maluku Tenggara. Ada beberapa anak kecil bermain ke penginapanku waktu itu. Mereka masih sangat muda, hanya sebatas sekolah SD, dan hidup sebagaimana orang pulau menikmati hidupnya. Bermain dan bermain, lalu menggantungkan hidup pada laut. Pendidikannya bagaimana? Lalu, aku juga pernah melihat fenomena lain di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Aku jajan di sebuah warung. Bukan persoalan harga yang kupermasalahkan, tetapi soal kesehatan. Aku membeli mi instan beberapa bungkus dan beberapa botol minuman. Tanpa kulihat labelnya, aku makan mi dengan tenang di penginapan. Saat makanan sudah habis, baru kusadar kalau mi instan itu expired. Apakah edukasi mengenai makanan kemasan masih sangat kurang di sana, ya? Lalu bagaimana dengan tingkat kesehatan di Kampung Derawan itu jika jajanannya telah kadaluwarsa?
Berbeda dengan lagi dengan kondisi Lampung Timur, sebuah kabupaten luas di Provinsi Lampung tapi tingkat ekonominya terendah di sana. Mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah bertani karena lahan Lampung Timur sangat luas. Edukasi dan kesehatan yang menjadi krisis di sana. Pemanfaatan potensi kabupatennya juga masih kurang maksimal. Yang kuingat dari Lampung Timur itu ya gajah sumatera di Taman Nasional Waykambas. Selebihnya, tidak ada yang terlalu membuatku terkesan, padahal katanya mereka punya budaya bertani dan panen padi yang semarak.
Fenomena-fenomena di persinggahan jalanku itu menjadikan inspirasi untuk memulai kegiatan sosial. Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Mulailah aku dan beberapa orang teman mengumpulkan sebagian penghasilan untuk disalurkan ke panti asuhan yang kami pilih sendiri.
Secara berkala, kami pun ketagihan main ke panti asuhan, bertemu anak-anak yatim dan dikhususkan kepada para penghafal Alquran. Baru bulan Ramadhan tahun lalu, kami memulai ide baru dengan membantu pembangunan sekolah sebuah yayasan Tahfiz Quran. Dan beberapa bulan lalu, kami menggalang dana untuk membantu pembangunan perpustakaan santri di Yayasan Panti Asuhan kawasan Tambun. Alhamdulillah, banyak sekali teman-teman yang antusias untuk berbagi sedekah, infaq, dan zakatnya. Apalagi kami juga bisa seru-seruan bersama para santri di sana dengan mengadakan pelatihan menggambar dan mewarnai. Rasanya senang bisa berbagi ilmu dengan orang lain.
Ternyata, dari serangkaian acara amal yang kuikuti bersama teman-teman, masih ada yang kurang, yaitu ilmu wakaf. Aku pernah ngobrol sama salah satu pengurus yayasan tahfiz quran, mereka dapat tanah wakaf untuk mendirikan sekolah untuk para santri. Katanya, tanahnya kecil tapi insyaallah cukup untuk anak-anak sekolah. Pengurus yayasan itu pun berniat membangun gedung hingga tingkat 3. Masya Allah. Aku cuma mikir saat itu, kapan ya aku punya tanah atau bangunan yang bisa diwakafkan untuk kepentingan umum?!
Jawaban itu terjawab saat beberapa hari lalu aku datang ke acara Sunlife yang memperkenalkan produk syariah mereka. Namanya Asuransi Brilliance Hasanah Maxima (ABHM) yang memberikan fasilitas wakaf asuransi, wakaf investasi, dan wakaf berkala. Nah aku tertarik banget sama program wakaf berkala mereka. Sunlife Financial juga bekerja sama dengan Dompet Dhuafa untuk wakaf berkala ini. Sasaran ABHM saat ini adalah menyalurkan dana wakaf ke pembangunan infrastruktur di kawasan Lampung Timur. Akhirnya ada yang memperhatikan Lampung Timur ya.
Oleh karena itu, Sunlife lagi gencar mengedukasi masyarakat untuk mulai berwakaf lewat ABHM. Sunlife berprinsip bahwa wakaf itu sederhana, nggak perlu nunggu punya tanah. Harapan mereka agar kita punya perencanaan keuangan yang baik untuk menyisihkan dana wakaf sekaligus dengan slogan wakaf pasti, kini, dan nanti.
Jenahara yang jadi bintang tamu saat peluncuran produk ABHM, Senin lalu, juga mengungkapkan antusiasnya terhadap program penyaluran dana wakaf ini. Selama ini stigma wakaf itu sulit dan harus menunggu. Kalau menunggu terus, kapan kita bisa menanam amal jariyah. Kata Jenahara, potensi wakaf di Indonesia itu mencapai 180 triliun rupiah dan itu didominasi oleh orang umur 25-35 tahun. Itu kabar gembira banget. Kita bisa optimis buat berwakaf sedini mungkin. Kalau bisa menyisihkan dana buat traveling, mestinya aku bisa investasi dana wakaf juga lewat ABHM. Insyaallah ya.
Dengan dana wakaf yang kita sisihkan, kita bisa bantu mensejahterakan masyarakat. Apalagi di daerah-daerah terpencil.
wah keren nih kak, seru acaranya.
BalasHapusterus berbagi ya :)
Terima kasih Kak. Mau gabung gak? :D
Hapus