Kejadian gempa dan tsunami tak akan pernah membuat kita terbiasa. Begitu juga bagi masyarakat Palu dan Donggala. Sungguh menyayat sekali melihat berita-berita di media tentang kondisi Palu saat ini. Mendengar kata Palu dan Donggala, aku kembali memutar memori lama beberapa tahun lalu saat aku menjambangi 2 daerah itu. Daripada bersedih-sedih terus, sembari terus mengirimkan doa untuk warga Sulawesi Tengah itu, mari kita bercerita tentang kisah manis di Palu dan Donggala.
Aku ke Palu pada awal tahun 2014. Sudah lama sekali ya. Saat itu aku baru saja kembali dari eksplor Taman Nasional Bawah Laut
Kepulauan Togean di Sulawesi Tengah. Aku berlayar dari Togean ke pelabuhan Ampana selama 6 jam dan melalui jalur darat 10 jam dari Ampana ke Kota Palu. Sungguh perjalanan yang panjang kalau diingat. Palu memang menjadi tempat transitku sebelum pulang ke Jakarta. Namun, bukan berarti aku tak ke mana-mana selama di Palu itu. Oke, aku bercerita tentang Palu dan Donggala ini sembari melihat-lihat foto selama di sana dengan beberapa orang teman. Kami punya sebuah grup chat di whatsapp dan bersahut-sahutan mengenang segala yang indah dalam perjalanan kami 4 tahun lalu itu. Sungguh menyenangkan. Dan, ini layak sekali kuceritakan agar kita semua selalu berpikir positif bahwa Palu, Donggala, dan seisinya bisa bangkit lagi.
Belum banyak yang tahu mungkin, apalagi buat orang-orang yang belum pernah ke Sulawesi, bahwa Palu itu punya kuliner yang enak dan Donggala punya pantai yang eksotis. Sebenarnya jenis makanannya tak jauh berbeda dengan makanan-makanan yang kita kenal kebanyakan. Tapi, kalau nanti Palu sudah kembali bangkit dan jadi kota yang cantik lagi, kamu harus ke sana dan mencicipi cita rasa kuliner dari Sulawesi Tengah itu. Ini yang kulakukan saat berada di Palu dan Donggala.
1. Sarapan nasi kuning Palu
Pagi-pagi sekali, di Palu tentu saja, aku dan teman-teman trip-ku memilih sarapan di sebuah warung makan Idaman di Jl. Pattimura No. 4, Palu. Aku nggak tau sekarang warung makan itu masih ada atau tidak karena lokasinya memang di kawasan pesisir. Kami sarapan nasi kuning dengan kuah santan atau kari. Aku menyebutnya nasi kuning palu, lengkap dengan lauk ayam goreng, potongan daging/ikan (aku lupa persisnya) dan taburan bawang goreng khas Palu. Iya, Palu memang penghasil bawang merah terbesar dan jenisnya satu-satunya di dunia. Jadi setiap makanan di sana pasti ditaburi bawang goreng biar lebih sedap. Rasanya gurih apalagi ada kuah santan yang disediakan terpisah. Bisa diseruput atau dicocol kerupuk. Sarapan yang cukup berat, ya. Tapi tak apa, hari itu kami berangkat ke Donggala dan butuh energi lebih untuk menikmati keindahan pantai di Donggala.
|
Nasi kuning Palu. |
2. Eksplor Pantai Tanjung Karang dan bawah lautnya, Donggala
Perjalanan dari Palu ke Donggala menghabiskan waktu sekitar 1 jam. Tahukah kamu kalau pantai-pantai di Donggala itu sangat cantik dan eksotis? Pantainya berpasir putih dan bersih. Salah satu yang kukunjungi adalah Pantai Tanjung Karang di Kabupaten Donggala. Mungkin ini salah satu pantai yang habis diterjang tsunami ya. Padahal kampung di kawasan pantai ini termasuk ke dalam desa budaya Tanjung Karang.
Entah kenapa, aku punya keterikatan dengan Pantai Tanjung Karang ini. Jadi begitu mendengar berita tsunami di Palu dan Donggala pertama kali, yang kuingat adalah pantai ini. Mungkin karena tempatnya bagus, aku datang pada saat langit sedang cerah-cerahnya dan ombak sedang tenang. Kami semua benar-benar bersenang-senang di sana, melepas penat setelah kembali dari Togean.
Dari pantai saja dapat dilihat gradasi air laut yang ternyata menyimpan karang-karang yang terawat. Niatnya cuma duduk-duduk santai di pantai. Tapi aku dan teman-teman segera tergoda untuk menjelajah bawah lautnya. Jadilah kami menyewa kapal untuk melihat karang-karang cantik di perairan. Aku bersiap snorkeling lagi padahal kami baru pulang dari eksplor laut di Kepulauan Togean. Belum bosan. Karena aku tahu, begitu aku kembali ke Jakarta, aku akan merindukannya.
|
Pantai Tanjung Karang Donggala. |
|
Siap eksplor karang di Tanjung Karang. |
|
We are the explorer. |
|
Bersantai di kapal. |
Kami berenang-renang sampai tengah hari di sana. Betah, sih. Tanjung Karang sedang tidak ramai. Karena kata teman kami yang asli Palu, pantai Tanjung Karang itu memang lokasi wisata sejuta umat warga Palu. Kalau weekend pasti ramai sekali. Untungnya saat itu bukan akhir pekan. Ah, semoga setelah tsunami kemarin, karang-karang laut di perairan dangkal cepat pulih, ya. Semoga Tanjung Karang bisa segera berbenah.
3. Landmark Donggala Kota Niaga
Waktu aku datang ke sana, landmark Donggala masih tertulis "Donggala Kota Niaga". Terakhir kupantau, tulisannya berubah menjadi "Donggala Kota Wisata". Kami mampir ke patung keong raksasa di Pantai Donggala. Tempat ini cocok sekali untuk menikmati sunset, tapi sayangnya kami berkunjung ke sana tepat tengah hari.
|
Ada keong raksasa. |
4. Makan siang seafood di dekat Pantai Talise
Setelah bermain-main dan menggosongkan kulit di pantai, kami mampir ke Rumah Makan Talise yang punya menu andalan kakap pedas asam gurih. Rumah makan ini terletak di kawasan Pantai Talise yang tak jauh dari Palu.
Ada beberapa menu yang kami pesan. Yang paling khas di sini adalah sate ikan, nasi jagung, dan burasa (bubur beras ada rasa). Enak.
- Burasa
|
Burasa. |
Burasa sebenarnya berbentuk lontong yang dibungkus daun pisang. Orang Palu menyebut lontong sebagai bubur beras. Burasa ini dibuat dari beras yang ditanak dengan santan dan diberi bumbu. Katanya dulu burasa hanya disajikan saat hajatan adat Palu. Tapi sekarang jadi jajanan masyarakat di pasar tradisional.
- Nasi jagung
|
Nasi jagung Palu atau disebut juga tinutuan. |
Sementara nasi jagung ini kita sering bilang bubur manado. Kalau di Palu namanya tinutuan. Ini adalah satu jenis kuliner Palu yang berbahan dasar jagung yang sudah dikeringkan lalu ditumbuk hingga sebesar biji beras. Biji jagung ini dimasak bersamaan dengan beras dengan beberapa tambahan bumbu dan sayur-sayuran. Rasanya ada manis-manisnya gitu dari jagung. Cocoknya makanan ini disantap untuk sarapan.
- Sate ikan
|
Sate ikan. |
Sama seperti sate ayam, sate ikan ini dihidang dengan tusuk sate yang sudah dibakar dan dibumbui. Aku lupa yang aku makan sate ikan jenis apa waktu itu. Tapi bumbunya meresap dengan baik.
- Palubutung
Oiya, belum afdhol ke Sulawesi Tengah kalau belum mencoba es palubutung. Jadilah aku memesan es palubutung sebagai menu penutup. Sebenarnya aku sudah pernah coba es palubutung ini di Makassar. Makan es siang-siang dengan campuran tapai, pisang, dan taburan kacang tanah bikin badan kembali segar.
|
Es palubutung. |
Soal rumah makan ini masih ada atau enggak, aku nggak yakin. Karena pesisir Kabupaten Donggala dan Kota Palu sudah berantakan disapu tsunami. Sedih juga, ya. Mudah-mudahan segera ada gantinya rumah makan yang baru.
5. Jembatan Ponulele Palu
Saat mendengar jembatan ini hancur diterjang tsunami, aku reflek membuka folder foto-foto di Palu dan mengingat kemegahan Jembatan Ponulele kebanggaan orang Palu. Warnanya kuning dan membentang panjang di atas Teluk Talise, menghubungkan kawasan Palu Barat dan Palu Timur. Katanya jembatan ini merupakan jembatan lengkung pertama di Indonesia dan ketiga di dunia setelah Jepang dan Prancis. Makanya warga Palu bangga banget dengan kemegahan jembatan ini dan jadi landmark Kota Palu. Nama lainnya Jembatan Palu IV yang baru diresmikan tahun 2006 (dan 2018 sudah hancur tak berbentuk).
|
Jembatan Ponulele Palu yang megah dulu. |
|
Si Manis Jembatan Ponulele. |
6. Makan malam dengan kaledo
Ini nih makanan yang jadi favorit aku selama di Palu. Namanya kaledo, alias sup sumsum sapi. Makan kaledo asli di kota asalnya jauh lebih nikmat karena tidak amis dan gurih. Makin gurih lagi saat ditaburi bawang goreng Palu. Saat dihidang, ada 3 alat yang harus digunakan: sendok, pisau, dan sedotan. Iya, sedotannya untuk menghisap sumsum yang ada di dalam tulang sapi itu.
|
Kaledo, kuliner terlezat di Palu. |
7. Berburu oleh-oleh bawang goreng
Seperti yang kubilang di atas, Palu ini penghasil bawang merah yang beda dari bawang merah pada umumnya. Mereka mengklaim jenis bawang ini sebagai satu-satunya di dunia. Karena itu, oleh-oleh khas Palu pun bentuknya bawang goreng. Aku beli 2 bungkus. Lumayan untuk stok bumbu makanan di rumah biar makin gurih.
8. Menyeruput saraba dan barongko sambil menikmati penorama Teluk Palu malam hari
Di
Palu juga ada saraba, minuman wedang dicampur susu kental manis. Memang
paling cocok diseduh malam hari untuk menghangatkan diri. Apalagi kami
saat itu sedang menikmati malam yang panjang di panorama Kota Palu.
Tempatnya berada di dataran tinggi dan udaranya lebih dingin. Karena aku
kurang suka minuman wedang, jadi menyeruput saraba kurang kunikmati.
Minuman ini menghangatkan rongga dada dan perut, pas untuk orang masuk
angin. Aku sempat mencamil barongko juga. Makanan ini termasuk jenis kue
yang terbuat dari adonan telur, santan, gula, dan garam, lalu dibungkus
daun pisang dan dikukus. Jajanan Palu yang lumayan bikin perut kenyang.
|
Barongko. |
|
Saraba. |
9. Tugu Gong Perdamaian Nosarara Nosabatutu
Dulu Sulawesi Tengah memang pusat konflik khususnya Poso dan Sigi. Untuk menghindari konflik-konflik itu, akhirnya dibangunlah Taman Nosarara Nosabatutu (diambil dari semboyan suku Kaili, suku asli Palu) yang artinya bersaudara dan bersatu. Taman Nosarara Nosabatutu ini dijadikan taman edukasi bagi masyarakat Palu dan sekitarnya. Lokasinya ada di atas bukit dengan panorama kota dan Teluk Palu di bawah sana.
Ada satu bangunan tempat gong perdamaian diletakkan. Waktu kami ke sana, gong ini belum dipasang. Taman Perdamaian Nosarara Nosabatutu ini masih dalam tahap pembangunan. Beberapa bulan setelah kami ke Palu, gong yang diberi nama Gong Perdamaian Nusantara akhirnya dipasang. Gong ini adalah simbol semangat perdamaian NKRI dan ini adalah gong yang ke-sekian diresmikan di Indonesia, setelah Jepara, Ambon, Ciamis, Yogyakarta, Blitar, Kupang dan Singkawang.
|
Panorama di Taman Perdamaian Nosarara Nosabatutu. |
|
Ini sewaktu monumen menara obor perdamaian masih pembangunan. |
|
Gong perdamaian di pasang di atas itu, lantai 2. Waktu itu belum diresmikan. |
Selain itu, di kawasan taman perdamaian ini juga dibangun tugu perdamaian Palu yang berbentuk bangunan dengan menara obor di atasnya. Bangunan ini dibuat 3 tingkat yang melambangkan 3 hubungan manusia yang harus dijaga: hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan lingkungan. Lalu, di atap bangunan terbuat lambang semua tempat ibadah umat beragama yang ada di Indonesia. Setiap tingkatan di monumen ini dijadikan museum. Lantai 1 adalah museum perdamaian yang berisi ajaran kitab suci berbagai agama di Indonesia dan beberapa pesan moral yang membangkitkan persatuan. Lantai 2 adalah museum seni budaya Nusantara yang berisi barang kerajinan dari berbagai daerah. Lantai 3 adalah museum bahaya penyalahgunaan narkoba untuk meningkatkan responsibility masyarakat terhadap isu narkotika. Namun, dulu semua itu belum ada saat aku ke Palu tahun 2014. Tak lama setelah itu baru taman perdamaian, gong, dan tugunya diresmikan. Seketika tempat itu menjadi lokasi wisata warga Palu yang menarik.
Komplit, ya, isi Taman Perdamaian Nosarara Nosabatutu ini. Karena berlokasi di puncak bukit, taman ini jadi pusat evakuasi gempa dan tsunami. Jadi maknanya tidak hanya untuk perdamaian, tapi juga untuk keselamatan.
10. Bukit Cinta Palu
Sebelum pulang ke Jakarta, ada satu lagi destinasi yang wajib dimampiri: Bukit Cinta (muda-mudi) Palu. Kalau kami menyebutnya bukit teletubbies karena hijau sekali dan terdiri dari gugusan bukit. Pemandangannya aduhai sekali. Kenapa dinamakan Bukit Cinta? Tempat ini jadi tempat kumpul anak muda untuk menikmati panorama Teluk Palu. Jadi ada banyak tempat untuk menikmati panorama kota Palu dari ketinggian. Salah satunya, ya, Bukit Cinta ini. Mungkin ini jadi bukit evakuasi juga bagi korban gempa dan tsunami September lalu.
|
Bukit Cinta Palu. |
|
Bahagia berlarian di bukit teletubbies ini. |
|
Kami berfoto dengan Bang Yudi sebelum berpisah. Semoga Bang Yudi selamat dari bencana Palu kemarin. Aamiin. |
11. Bandara Mutiara Palu
Bandaranya kecil waktu aku ke sana. Bangunan yang baru belum selesai dibangun. Bandara Mutiara Palu mengantar keberangkatan kami kembali ke Jakarta. Di bandara ini kami berpisah dengan satu teman kami yang merupakan orang Palu. Namanya Bang Yudi. Waktu itu dia semangat sekali memandu kami berjalan-jalan di kotanya. Entah apa kabar beliau sekarang pasca gempa dan tsunami. Mudah-mudahan baik-baik saja, sebaik kota Palu ini menyambut kami. Banyak sekali cerita tentang kota itu.
Itulah memoriku tentang Sulawesi Tengah, khususnya Palu dan Donggala. Mari kita kirimkan doa untuk teman-teman, sahabat, dan kerabat kita yang jadi korban gempa dan tsunami di sana. Semoga pembangunan kembali Kota Palu dan Kabupaten Donggala serta kawasan di sekitarnya dapat berjalan lancar. Masyarakat yang trauma kembali pulih dan semangat.
*Foto-foto perjalanan selama di Palu dan Donggala dijepret oleh teman-teman fotograferku: Mas Masrur, Koh Rendy, Mas Sandi, Kak Upin Arifin.
Pasti sedih rasanya kalau punya kenangan di Palu-Donggala..
BalasHapusSeenggaknya ngerasain juga sewaktu Lombok diguncang gempa.. Karena ada kenangan di Lombok juga, terutama sama Rinjani..
Tapi Palu-Donggala dan Lombok pasti akan segera bangkit kembali...
Aamiin. Kita sama-sama berdoa aja, ya Kak
HapusJadi teringat perjalanan kita, yang seru banget itu. Merasa beruntung sekali pernah datang ke kota Palu dan melihat pantai-pantainya yang indah. Semoga Palu bisa dibangun kembali seindah dahulu.
BalasHapusSeru banget ya kita heboh-hebohan di Palu. Jadi kangen Bang.
Hapus