6 Tempat Wajib Kunjung di Lasem
Perjalanan ke Lasem sudah menjadi wishlist-ku sejak lama. Beberapa kali berencana ke sana, tetapi selalu gagal. Nah, beberapa waktu lalu akhirnya kesampaian tanpa harus direncanakan. Thanks yo Pegipegi yang mempermudah perjalananku. Aku sempat ke Yogyakarta naik kereta api. Saat berada di sana, aku diajak mendadak ke Semarang dan Lasem. Tanpa pikir panjang, aku cek akomodasi dan transportasi terbaik buat extend di sana beberapa hari. Dengan perjalanan yang serba mendadak ini, aku terbantu banget dengan aplikasi Pegipegi yang bisa cek penginapan on the go. Bahkan saat berada di bis pun, aku masih cek-cek tempat menginap antara di Semarang dan Rembang. Dengan menggunakan bus terakhir, aku duduk manis dengan lega melaju dari Yogyakarta menuju Semarang.
Lasem tinggal sejengkal. Dengan beberapa teman, aku pun berangkat menggunakan mobil ke Lasem pagi-pagi sekali. Super excited, karena ini kunjungan ke Lasem dadakan. Hari itu bertepatan dengan Tahun Baru Imlek. Lampion-lampion sudah dipasangkan di beberapa sudut Lasem yang menjadi pusat Tiongkok Kecil berpuluh tahun lalu. Namun, tidak ada event khusus hari itu. Lasem tetap sepi. Tapi justru aku leluasa untuk berjalan-jalan di sekitar Desa Karang Turi.
Lasem merupakan satu kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Banyak yang belum tahu tentang kekayaan budaya yang dimiliki Lasem. Mengapa aku sebegitu inginnya mengunjungi tempat ini? Ada banyak sekali bangunan cagar budaya yang dapat dilihat di sini, terutama bangunan peninggalan peradaban Cina yang kaya sejarah.
Beberapa lokasi yang kudatangi di Lasem dalam 1 hari
1. Rumah Merah
Kalau belum ke Rumah Merah, belum sah berkunjung ke Lasem. Lasem yang memiliki banyak peninggalan sejarah dan percampuran budaya tentu punya tempat-tempat otentik yang wajib dikunjungi. Salah satunya Rumah Merah ini. Kalau berjalan-jalan di kawasan Karangturi, Rumah Merah tampak mencolok dengan tembok tinggi berwarna merah dan gerbang bergaya arsitektur Cina. Begitu masuk, pengunjung disambut 2 patung yang diyakini sebagai patung dewa dan teras yang lebar. Ada beberapa pernik klasik terpampang di teras. Jika masuk melewati pintu tengah, ada 2 patung barongsai besar dan 1 patung dewa. Ada 3 pintu di bagian depan sehingga sirkulasi udaranya bagus. Kini Rumah Merah tidak sekadar tempat wisata, tetapi juga dijadikan penginapan. Kamar-kamar di dalam Rumah Merah ini disewakan. Ada 1 kamar di bagian depan yang memiliki banker kecil. Aku sempat diajak masuk ke kamar itu dan turun ke bankernya. Dulu banker ini dijadikan tempat bersembunyi atau menyembunyikan sesuatu. Rata-rata rumah-rumah besar etnis Cina zaman dulu memang memiliki banker seperti di Rumah Merah ini.
Oiya, seru juga lho bisa menginap di Rumah Merah, bisa merasakan suasana Cina zaman dulu. Sayangnya, setiap kamar tidak disediakan kamar mandi. Kamar mandi tersedia di bagian belakang sebalah sumur besar yang ternyata masih berair. Kalau makan tidak perlu sungkan. Ada tempat makan di sebelahnya dan toko batik untuk oleh-oleh. Batik-batik Lasem yang dijual di sini memang benar-benar kualitas premium, harganya mencapai jutaan rupiah.
2. Rumah Opa Lasem
Menyusuri Desa Karangturi memang banyak disambut pintu-pintu kayu yang digembok. Sebagian penghuninya sudah tidak di sana bahkan ada juga yang pemiliknya sudah berpindah tangan. Karena terpaut status cagar budaya, bangunan-bangunan di kawasan pecinan ini memang tidak boleh dihancurkan, meski masih ada yang melanggar. Salah satu bangunan yang bahkan bagian interiornya juga terlihat sangat tua adalah rumah Opa yang masih dihuni oleh Opa sendiri bersama ibu penjaga rumah. Keseharian Opa yang sudah berumur sekitar 91 tahun (dia ngakunya 81) ini cuma duduk-duduk di tangga teras rumahnya. Ada 2 anjing menemani, dirantai di halaman.
Dulu, saat istri Opa masih hidup, rumah ini pernah ramai sekali dan dijadikan tempat produksi kecap. Ada beberapa foto tua yang terpanjang di rumah. Perabot tua juga telihat di terasnya. Masuk ke kawasan dapur, terlihat dapur yang berantakan dan halaman belakang yang sudah tertutup semak. Halaman yang bersemak itu dulu dipakai sebagai tempat membatik. Berada di rumah Opa ini seakan waktu tersedot ke masa lalu. Ada pelataran dengan dupa yang menyemburkan asap tempat Opa sering sembahyang. Ornamen-ornamen Cina dulu kala terlihat kental sekali di sini. Opa sudah tinggal di sini sejak tahun 1930-an dan perabot di rumah ini juga kira-kira berusia segitu.
3. Pohon Trembesi dan Workshop Batik
Setelah melihat-lihat Desa Karangturi, aku berkendara ke satu tempat paling menyenangkan di Lasem karena adem. Kami disambut oleh pohon rindang lebar sekali dan hembusan angin sejuk di sana. Namanya pohon trembesi. Itu pohon tua dan langka, tapi uniknya masih berdiri kokoh di Lasem. Konon, ini pohon trembesi satu-satunya di Lasem. Batang pohonnya lebar saking udah tuanya. Aku membayangkan akar pohon itu udah menjalar sekian puluh meter di bawah permukaan tanah. Pokoknya berada di sini damai banget. Di sampingnya masih ada sawah-sawah yang saat itu tumbuh hijau.
Di bawah pohon trembesi itu ada sebuah bangunan kecil yang ternyata merupakan workshop batik Pusaka Beruang. Setelah izin sama salah satu pembatiknya, aku pun dipersilakan masuk untuk melihat proses pembuatan batik Lasem. Ada belasan pembatik yang sedang bekerja di sana, mulai dari yang menggambar pola, hingga finishing. Aroma cairan yang ditoreh canting begitu khas. Malah aku diajarkan menorehkan canting sesuai pola yang sudah digambar. Ternyata susah ya. Tapi ibu-ibu ini sudah terbiasa. Tangan-tangan mereka lihai sekali dalam menjiplak pola, memberi hiasa pada pinggiran, hingga memberi motif pada setiap corak.
4. Klenteng Cu An Kiong
Menjelang gelap, aku melanjutkan perjalanan menuju Klenteng Cu An Kiong. Nggak afdhol kalau ke Lasem nggak sempat mampir ke klenteng ini. Konon, ini adalah klenteng tertua di Nusantara saat peradaban Cina masuk pertama kali ke Indonesia. Bukti-bukti sejarahnya sudah dimusnahkan pada masa penjajahan Belanda. Tapi para sejarawan dan masyarakat Lasem mengklaim klenteng ini yang tertua.
Sayang sekali saat itu aku nggak bisa masuk ke bagian dalam klenteng. Klenteng sedang dipakai untuk sembahyang dan perayaan imlek. Demi menjaga rumah ibadah satu itu, aku cukup puas melihat arsitektur klenteng ini dari depan. Bangunannya berwarna merah muda dan merah. Ada ornamen serta patung di pintu depan klenteng. Ukurannya tidak terlalu besar tapi masih kokoh. Klenteng ini kini jadi bangunan cagar budaya di Lasem.
5. Rumah Lawang Ombo
Rumah Lawang Ombo ini nggak jauh dari Klenteng Cu An Kiong. Rumah ini jadi istimewa karena punya peranan penting dalam perkembangan Lasem tempo dulu. Rumah seluas 5.500 meter persegi ini disebut juga sebagai rumah candu. Berlokasi di pinggiran sungai Bagan atau kali Lasem, menjadikan rumah ini strategis dalam perdagangan candu. Sungai Bagan adalah saksi bisu jalur pelayaran kapal yang bersandari di Pantai Caruban, tak jauh dari sana. Nah, dari sungai inilah mulai diselundupkan candu-candu, sejenis narkotika lewat sebuah terowongan sempit yang bermuara ke sumur di rumah lawang ombo. Penyebaran candu di Pulau Jawa sekitar tahun 1800-an terpusat di rumah lawang ombo ini. Perdagangan candu menjadikan Lasem menjadi kota dagang yang tumbuh pesat pada saat itu. Tidak heran, rumah lawang ombo ini menjadi lokasi bersejarah hingga saat ini. Rumah ini sebetulnya milik Kapitan Liem dan sampai hari ini masih dirawat oleh keturunan dan penjaga rumahnya.
6. Rumah Oei
Rumah Oei ini adalah rumah orang Cina yang pertama kali masuk ke Indonesia. Saat ini selain menjadi cagar budaya, Rumah Oei dimanfaatkan sebagai restoran, taman baca, dan penginapan. Jadi halamannya yang luas dipercantik dan dibuat seperti negeri Tiongkok. Untuk bangunan utamanya sendiri dibiarkan menjadi ruangan-ruangan dengan perabotan tua yang bisa dilihat pengunjung. Kalau kamu ingin merasakan nuansa Tiongkok tempo dulu, kamu bisa menginap di Rumah Oei ini. Spot yang paling kusuka adalah taman belakangnya.
Buat yang ingin jalan-jalan ke Lasem, nggak perlu khawatir dengan akses kendaraannya. Bagi yang berangkat dari Jakarta, bisa naik kereta api tujuan Semarang. Tiket kereta api bisa dibeli di Pegipegi aja karena banyak diskon promo. Dari Semarang, naik bus tujuan Semarang-Surabaya sekitar 2 jam perjalanan. Nanti bisa langsung turun di pertigaan masjid Lasem. Dari sana, sudah terlihat bangunan-bangunan tua peninggalan Cina di sana. Buat yang dari arah Surabaya malah dekat sekali jika ingin ke Lasem. Tinggal naik bisa jurusan Surabaya-Semarang. Aksesnya tidak sulit kan? Akomodasinya juga banyak sekali. Kamu bisa cek Pegipegi, deh. Merencanakan perjalanan nggak perlu ribet lagi.
whoa! Tempatnya keren-keren banget nih. Paten kali ngabisin hari di Lasem.
BalasHapusWah kaka aku juga baru tau Lasem ini. Mungkin kalo kaka nggak share aku ngggak akan tau ada tempat indah di daerah Rembang ini. Terima kasih kak sudah sharing :)
BalasHapusAku baru ini sih denger wisata di Lasem. aku kira tadi daerah sumatera gitu. ternyata bukan
BalasHapusnice info ya kak
Wah... saya besar di Jawa Tengah, tapi belum pernah ke Lasem. Jadi ingin ke sana. Batik Lasem kan terkenal, tuh.
BalasHapusoo Lasem itu lekat dngn budaya tionghoa ya. Aku baru tau soal tempat ini.
BalasHapusTempatnya keren-keren banget sih
BalasHapusNyesel aku tempo hari lewat Lasem tapi gak menyempatkan diri mampir ke kotanya
Kayaknya memang harus diagendakan tersendiri ini kunjungan ke Lasem
AKu kepengen foto deket pohon trembesi itu deh hehehe. Ga kebayang ya usia si pohon udah sekian a=ratus tahun :) Aku belum pernah berkunjung ke Lasem. Ternyata banyak destinasi wisata dan wisata sejarah yang patut dikunjungi. Banyak budaya Tionghoanya ya. Keren mbak jalan2nya!
BalasHapusLasem ini emang istimewa dan asik buat jalan-jalan. Tempat paling favorit di Lasem itu ya di pohon raksasa itu. Di bawah pohon ternyata ada makamnya, tapi aku nggak inget makam siapa. Jadi pohonnya itu ada yang nunggu. Tapi kalo siang-siang enak banget nongkrong di bawah pohon itu, adem, anginnya banyak, dan bikin ngantuk.
BalasHapusHampir setiap tempatnya, semua fotogenik. Keren2. Tidak nyangka Lasem sekeren ini. Jadi ingin kesana
BalasHapusAku pernah denger Batik lasem, punya ciri khas, jadi pengen liat buatnya langsung kak
BalasHapusDari 5 tempat yg disebut di atas; kemaren cuma sempet ke Rumah Oei, Lawang Ombo dan Kelenteng Cu Ang Kiong. Nampaknya ke Lasem emang harus diulang supaya bisa didatengin semua tempat ini.
BalasHapusMerindu Lasem, judulnya :)
Pantesan aja banyak yang tertarik ke Lasem. Tempatnya secantik itu dan sarat dengan budaya.
BalasHapuswaaah keren ya budaya cinanya masih hidup dan terjaga dengan baik! salute
BalasHapusWah, info bagus ini. Dari dulu juga pengen ke Lasem tapi belum sempat. Ternyata dari Semarang cukup naik bis ya.
BalasHapusmudah2an segera bisa ke sana..wishlist aku juga nih mbak, terkesan sejak Lasem dijadikan lokasi shooting film terkenal beberapa tahun lalu
BalasHapussekarang lagi persiapan baca2 buku2 latar belakang daerah ini, budaya santri dan tiongkok tetap lekat menyatu di sini
Puji Tuhan aku udah ke Lasem 2 tahun lalu, tapi rasanya baru beberapa bulan lalu :D
BalasHapusSama. Sebagai seorang pecinan obsessive dan pecinta arsitektur, Lasem ini udah jadi wishlist-ku. Waktu itu akhirnya pake jasa tur Vakansinesia yang berangkat dari Semarang. Jadi aku cuma perlu memikirkan transportasi dari dan ke Semarang. Selebihnya, let Vakansinsia do the rest.
Di Lasem memang nggak ada hotel besar, kak. Tapi justru di situ serunya. Kami diinapkan di sebuah guesthouse warga yang sederhana, tapi suasananya hangat dan nikmat :)
Wuih epic banget itu pohon Trembesi.. Cakeeeep.
BalasHapusSaya belum pernah ke Lasem, semoga suatu saat bisa ke sana dan mengunjungi enam tempat yang mbak rekomendasikan ini. :)
Salam kenal btw.
sumpah demi apapun aku pengen banget ke Lasem. Belum kesampean nih :(
BalasHapusAndaikan tanggal merah masih banyak yah hikz.