Pesona Banyuwangi: Pulau Tabuhan, Baluran, dan Kawah Ijen (Itinerary Hari ke-1)
Seberapa ingin kamu ke Banyuwangi? Jujur, Banyuwangi sudah ada di wishlist destinasiku sejak 3 tahun lalu. Lucunya, baru kesampaian saat musim pandemi ini. Padahal aku sama sekali belum kepikiran untuk ke sana dalam waktu dekat. Tapi Tuhan memang tahu cara memberi kejutan untuk orang-orang yang bersabar. :)
Banyuwangi memang luar biasa menarik. Banyak destinasi tak terlupa saat aku berada di Banyuwangi.
Aku berangkat ke Banyuwangi bulan November 2020. Sebenarnya perjalananku ke Banyuwangi ini bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan RI dan Transmate Indonesia. Jadi aku jalan bersama seorang teman sesama travel blogger untuk menelusuri akses ke ujung timur Pulau Jawa itu.
Mulanya aku mikir berulang kali untuk berangkat ke Banyuwangi ini. Seperti yang kamu tahu, sekarang lagi musim pandemi, tentu perjalanan pajang ini sangat berisiko. Namun, dengan beberapa pertimbangan, salah satunya tentu alasan ingin membantu menaikkan gairah dan kepercayaan orang-orang lagi, aku akhirnya memutuskan berangkat. Apalagi ini adalah misi Kemenhub untuk berbagi cerita tentang sarana transportasi kita yang perlahan mulai melaju kembali dengan menerapkan protokol kesehatan ketat. Terdengar seperti sebuah petualangan sendiri ya.
Dan, keretaku dari Jakarta ke Banyuwangi pun melaju dengan lancar. Aku pun kembali semangat. 7 bulan berada di rumah, aku punya banyak sekali angan-angan untuk terbang entah ke mana. Jawaban itu datang dan memberi nama pada angan-anganku. Banyuwangi.
Aku sudah pernah menulis tentang jalur transportasi Banyuwangi lengkap.
Baca dulu ini: Kupas Tuntas Transportasi untuk Jelajah Banyuwangi
Nah, sekarang aku mau cerita destinasi apa saja yang aku datangi selama di Banyuwangi. Ini bisa jadi panduan kamu saat mengunjungi Banyuwangi. Destinasi di bawah ini kukunjungi pada hari pertama. Siapa tahu bisa ada di antara kamu yang sedang menyusun itinerary ke Banyuwangi.
1. Pulau Tabuhan
Pulau Tabuhan adalah destinasi pertamaku. Tadinya aku mau sekalian berlayar ke Pulau Menjangan, tetapi Menjangan bagian dari Provinsi Bali, tidak ada kapal dari Banyuwangi yang berlayar ke sana. Ini karena efek pandemi, protokol wisata Bali agak berbeda dari wilayah lain. Jadi saat itu, Pulau Menjangan masih ditutup dari luar provinsi.
Oh iya, aku menyewa kapal kecil untuk eksplore Pulau Tabuhan dan Pantai Bangsring untuk perjalanan privat. Sebenarnya biasanya mereka membuka untuk share cost tapi karena pandemi, pemilik kapal hanya membuka penyewaan privat. Aku menyewa Rp1.250.000 seharian sudah termasuk paket snorkeling, makan siang, masuk ke area penangkaran hiu. Harga tersebut belum termasuk tarif parkir dan tips Rp100.000. Harga ini masih bisa ditawar dan disesuaikan dengan destinasi.
2. Pantai Bangsring
Dari Pulau Tabuhan, setelah makan siang, aku berlayar lagi ke Pantai Bangsring. Ini spot yang ingin sekali kukunjungi karena ada penangkaran hiu di area ini. Jadi kami berhenti di Rumah Apung tak jauh dari Pantai Bangsring. Rumah Apung inilah yang kini dijadikan konservasi penangkaran bayi hiu. Bayi-bayi hiu ini dimasukkan ke dalam 4 sumur dengan beberapa karang di dalamnya, mirip dengan habitatnya di laut dalam. Ini dilakukan agar bayi hiu ini terbiasa dan nyaman tinggal di sana, hingga nanti siap dilepas ke laut lepas.
Aku baru tahu tentang penangkaran hiu ini. Di bagian pantainya, ada banyak ikan-ikan warna-warni. Barangkali karang-karangnya di sekitar laut Pantai Bangsring tidak begitu bagus, tapi jumlah ikannya banyak. Aku menyelam di bagian laut lepasnya dulu sebelum masuk sumur berisi anak hiu. Aku dibekali makanan untuk para ikan sehingga dapat melihat ikan-ikan itu lebih dekat.
Hal yang menyenangkan selanjutnya adalah saat aku bisa menyelam bersama bayi hiu sirip hitam itu. Lucu sekali. Asal jangan bergerak terlalu banyak, kita bisa melihat bagaimana bayi hiu ini berkeliling sumur dengan nyaman. Jangan buat dia stres ya. Pastikan kamu melihatnya dengan pemandu khusus.
2. Baluran
Menurutku, waktu yang paling baik buat ke Baluran adalah pagi hari. Namun, karena sejalan dengan Pantai Bangsring, jadi sekalian saja aku melaju ke Taman Nasional Baluran menjelang senja.
Kamu tahu kan Banyuwangi dikenal berkat padang savana di TN Baluran. TN Baluran ini dijuluki Africa van Java sejak lama karena luasnya mirip dengan padang rumput di Afrika. Bagi yang belum pernah ke Afrika langsung sepertiku, Taman Nasional Baluran sudah mewakili setitik nuansa Afrika. Apalagi kalau datang setelah musim kemarau. Rumput kering dan ranting yang meranggas jadi sangat eksotik.
Baluran adalah destinasi utamaku. Makanya aku senang sekali begitu memasuki area TN Baluran, melihat landscape savana kering kecokelatan dengan bukit dan Gunung Ijen.
Saat itu karena sudah sore, aku nggak bisa eksplor pantainya. Ada pantai Bama tak jauh dari Savana Bekol. Pantai Bama ini bersisian dengan hutan mangrove. Aku cuma sebentar berada di Pantai Bama karena langit mulai gelap. Pantai tenang dan tidak berombak. Wilayah pantainya sempit, karena diapit hutan mangrove. Sayang sekali waktunya cuma sebentar. Kalau nggak, aku bisa bersantai menikmati hari di Pantai Bama ini.
Tapi melihat landscape alam di savana bekol, rasanya sudah sangat puas. Aku ingin balik lagi ke sini suatu hari nanti. Kalau bisa nongkrong seharian, melihat binatang-binatang melintas di padang kering ini. Aku cuma sempat melihat kawanan rusa di kejauhan dan banteng yang berjalan beriringan. Sepertinya mau berpindah sebelum hari gelap.
3. Kawah Ijen
Kalau TN Baluran adalah destinasi utama, Kawah Ijen adalah destinasi pamungkas dalam perjalanan ini. Entah kenapa, kalau ingat Banyuwangi, semua tertuju pada Baluran dan Kawah Ijen. Destinasi lain menyusul untuk ditempuh. Yaa, walaupun sebenarnya secara administratif, TN Baluran dan Kawah Ijen berada di 2 kabupaten, Banyuwangi dan Bondowoso.
Persiapanku untuk pendakian saat itu memang serba minimalis. Aku juga sedikit khawatir dengan kondisi tubuh, apakah sanggup trekking lagi setelah sekian lama di rumah? Jogging dan olahraga pun seadanya sebelum berangkat ke Banyuwangi.
Tapi aku udah menguatkan tekad untuk mendaki Kawah Ijen dini hari pada malam pertama aku di Banyuwangi.
Kawah Ijen terkenal dengan pesonanya Blue Fire atau api biru. Ini merupakan fenomena alam yang hanya bisa dinikmati di 2 tempat di dunia, di Indonesia (Kawah Ijen) dan Islandia. Bangga kan kita punya Kawah Ijen dengan pesona api biru di salah satu titik kawahnya. Itulah yang dikejar banyak orang dari seluruh dunia. Karena itu pula Kawah Ijen sepopuler itu. Masa turis mancanegara udah wara-wiri turun-naik lereng kawah Ijen, sementara aku sebagai orang Indonesia belum pernah? Jadi aku nggak mau kalah.
Aku sengaja mencari penginapan hotel di kawasan Desa Ijen biar gampang menuju jalur pendakian. Aku banyak mencari info tentang pendakian ini di internet sekaligus nanya-nanya ke beberapa teman yang sudah pernah ke sana.
Aku sudah menyiapkan jaket tebal, sandal gunung, sarung tangan, dan syal. Pendakian dimulai pukul 1 dini hari menurut info banyak orang. Namun, aturan itu berubah sementara selama pandemi. Aku baru bisa mulai trekking pukul 3 pagi dan semua registrasi dilakukan secara online. Sebelum berangkat, ada petugas yang mengukur suhu tubuh untuk meminimalisir penyebaran Covid-19 sesama pendaki.
Karena start pendakian sudah terlalu telat, otomatis niat untuk melihat blue fire langsung di-skip. Blue fire atau api biru yang hanya ada 2 tempat di dunia dan salah satunya di Kawah Ijen hanya bisa dilihat sekitar pukul 3, tepat sebelum fajar. Sayang sekali ya aku harus melewatkannya, padahal itu yang paling kunantikan.
Pendakian Kawah Ijen memang tak terlalu sulit. Jalannya lebar dan cenderung landai. Tapi tetap saja, aku ngos-ngosan. Apalagi ketentuan pendakian saat itu wajib memakai masker. Pengap.
Di pertengahan, jaket tebal kubuka karena mulai keringatan. Sepanjang jalan, aku diiringi oleh ojek gerobak yang berkali-kali menawarkan jasanya mengantar pendaki ke atas. Sekali jalan naik mereka menawarkan Rp400.000, untuk turunnya Rp200.000. Karena dipepet terus, aku hampir luluh mau naik gerobak aja sampai puncak. Untungnya aku masih kuat jalan. Tapi jika kamu ingin memakmurkan bapak-bapak yang mencari nafkah lewat ojek gerobak ini, silakan naik gerobaknya aja bolak-balik. Kasihan mereka mengalami penurunan pendapatan karena jalur pendakian Kawah Ijen sempat ditutup beberapa bulan awal pandemi.
Begitu sampai puncak kawah, aku melihat pemandangan indah banget. Bau belerang menyengat membuatku puas, aku berhasil sampai di puncak. Karena hari mulai terang, melihat blue fire gagal, aku menghampiri sekumpulan bapak-bapak penambang belerang. Mereka mengangkut belerang dari pinggir kawah dengan keranjang yang dipanggul di bahu. Para penambang belerang ini menjual hasil belerangnya dalam bentuk olahan berbagai macam bentuk. Harganya juga murah. Aku membeli beberapa bongkah belerangnya, hitung-hitung jadi penglaris usaha mereka. Belakangan aku tahu, kalau belerang ini ternyata nggak dibolehkan masuk pesawat, baik kabin maupun bagasi karena mengandung bahan aktif yang berbahaya dalam penerbangan. Jadi belerangnya aku berikan pada seorang teman asli Banyuwangi.
Untuk pendakian Kawah Ijen, kita diwajibkan registrasi online lebih dulu. Buka website Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jatim dan pilih pendakian Ijen Blue Fire. Setelah registrasi kita dapat membayar tiket via transfer sebesar Rp11.000/orang. e-Tiket dapat diunduh dan diperlihatkan di loket sebelum memasuki kawasan pendakian Kawah Ijen. Update selalu info pendakian ya teman-teman, karena kuota per hari dibatasi dan bisa jadi sewaktu-waktu pendakian ditutup sementara karena situasi pandemi belum berakhir. Stay safe and healthy.
Aku sudah ke Banyuwangi tapi belom sempeet eksplore wisata2nya, padahal pengen banget ke Kawah Ijen, melihat pesonnya yang begitu Indah.
BalasHapusBtw itu Murmer sekali ya cuma 11k bayarnya.
Next wajib balik lagi dan explore
Pantainya baguusss banget, pasir putih dan sepi gitu. Trus Taman Nasional Baluran tuh dah lah wishlist banget ini mah tapi entah kapan bisa kesini, pengen bawa keluarga juga tapi nunggu coronces ilang dari muka bumi.
BalasHapusaduuuh cantik pisan yaaa mba... aku pengeeen ke sini dan belumkesampaian euuy. Padahal udah ada banyak rencana unutk mampir ke sini, tapi ya karena pandemi yang menyebalkan ini masih pending semua deeeh huhuhu. Pengen ke Kawah Ijen, snorkeling dan semua - semuaaa
BalasHapus